Kamis, 12 Agustus 2021

Adab Islam Tentang Sebuah Perjalanan (Kajian Agama, Sosial, dan Budaya)

 Dikutip dari: Majalah Yatim Mandiri | Agustus 2021 / Dzulhijjah 1442 H - Muharram 1443 H

“Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, Maka tidaklah mengapa kamu men-qashar sembahyang(mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu. (QS. an-Nisa’: 101)

Sumber gambar: https://www.akseleran.co.id/blog/bisnis-sebuah-perjalanan/

        Menurut pendapat jumhur arti qashar di sini ialah: sembahyang yang empat rakaat dijadikan dua rakaat. Meng- di sini ada kalanya dengan mengurangi jumlah rakaat dari 4 menjadi 2, Yaitu di waktu bepergian dalam keadaan aman dan ada kalanya dengan meringankan rukun-rukun dari yang 2 rakaat itu, yaitu di waktu dalam perjalanan dalam keadaan khauf dan ada kalanya lagi meringankan rukun-rukun yang 4 rakaat dalam keadaan khauf di waktu hadhar. “Apabila seseorang keluar dari rumahnya kemudian dia membaca doa: bismillaahi tawakkaltu ‘alallahi laa haula walaa quwwata illaa billah (dengan menyebut nama Allah, yang tidak ada daya tidak ada kekuatan kecuali atas izin Allah), maka dikatakan kepadanya, “Kamu akan diberi petunjuk, kamu akan dicukupi kebutuhannya, dan kamu akan dilindungi”. Seketika itu setan-setan pun menjauh darinya. Lalu salah satu setan berkata kepada temannya, “Bagaimana mungkin kalian bisa mengganggu orang yang telah diberi petunjuk, dicukupi, dan dilindungi (oleh Allah)”. (HR. Abu Daud, At Tirmidzi; dishahih oleh Al-Albani dalam Shahih Abu Daud) .

        Safar adalah keluar dari tempat tinggal untuk melakukan perjalanan yang jauh, baik itu sendiri-sendiri atau berkelompok, dengan keluarga saja atau dengan teman dekat, atau orang yang ada di suatu lingkungan yang dalam Islam, ada adab-adab yang hendaknya diperhatikan oleh orang yang safar. Dari sisi sosial dan budaya ini adalah suatu rangkaian perjalanan yang memberi warna tersendiri di dalam hidup; seperti bepergian untuk mengunjungi keluarga, mencari rizki, atau perjalanan dalam rangka dakwah di jalan Allah SWT. Tidak mungkin kita sebagai manusia akan selamanya hidup dan tinggal di rumah. Pada saat tertentu pasti kita akan meninggalkan rumah untuk bepergian karena ada kepentingan maupun kebutuhan, baik itu kepentingan kerja, silaturahmi, liburan, atau kepentingan lainnya. Tentunya kita bepergian dengan maksud dan tujuan yang baik apabila kita hendak bepergian. Karena itu hendaknya memperhatikan tata krama atau adab bepergian agar dalam perjalanan selalu dilindungi oleh Allah SWT.

        Memantapkan Niat. Niat yang mantap ketika hendak bepergian itu penting. Karena dengan niat yang mantap akan menentukan kemana kita akan bepergian. Seseorang yang bepergian tanpa tujuan yang jelas akan berakibat setan yang menentukan tujuannya dan tentu saja akan menyesatkan, misalnya ke tempat-tempat maksiat. (QS. al-A'raf: 17). Pada momen-momen tertentu bepergian menjadi suatu keharusan seperti pada saat hari raya, atau pada saat ada kematian keluarga, juga kepentingan-kepentingan yang mendesak. Yang penting adalah dengan niat yang baik maka perjalanan akan di-ridhoi dan mendapat pahala dari Allah SWT. Mempersiapkan bekal yang dibutuhkan. Jika kita ingin bepergian apa lagi bepergian jauh sudah pasti memerlukan waktu yang lama, maka harus mempersiapkan bekal atau kebutuhan yang memadai. Termasuk mempersiapakan kondisi fisik yang segar, sehat, makanan, minuman, pakaian dan bila perlu membawa perlengkapan untuk sholat. 

        Orang yang safar boleh menjamak (menggabungkan) salat ketika safar. Zuhur dijamak dengan Asar, Magrib dengan Isya. Salat Subuh dikerjakan pada waktunya dan tidak dijamak dengan salat sebelumnya atau sesudahnya. Menjamak salat dibolehkan secara umum ketika ada masyaqqah (kesulitan) menurut satu pendapat dan yang lainnya mengatakan bahwa menjamak shalat bukan karena masyaqqah tapi karena sifat safar itu sendiri yang menghendaki seseorang memiliki keutamaan dalam menjamak maupun meng-qashar. Jika seorang wanita hendak bersafar maka hendaklah dia safar bersama mahramnya, dan tidak boleh bepergian dalam keadaan sendirian. Seorang wanita jika dia keluar rumah maka beberapa syarat yang harus dipenuhi menurut sebagian ulama yaitu: karena dianggap dharurat, menjaga pakaian untuk menutup dirinya agar tidak terbuka auratnya, tidak menggunakan wangi-wangian dan pakaian yang menyolok, hendaklah bepergian pada siang hari, melakukan perjalanan ditempat yang tertentu agar tidak bercampur dengan orang laki-laki yang bukan mahramnya. (I’lam Bifawaidi Umdatil Ahkam 2/230). Syari’at agama menetapkan sebuah norma yang berlaku bagi wanita bahwa seorang wanita tidak boleh melakukan suatu perjalanan selama tiga hari kecuali kepergiannya itu disertai dengan mahramnya. Pada konteks ini peran seorang laki-laki untuk menjaga seorang wanita di dalam bepergian menjadi sangat urgent baik dari sisi agama, sosial dan budaya agar selamat dari gangguan orang lain, binatang buas, atau pada konteks kita sekarang adalah para preman yang melakukan kejahatan atas tuntutan kehidupan lahiriyah maupun batiniyah. 

        Seorang musafir hendaknya memilih teman perjalanan yang shalih, yaitu orang yang dapat membantu menjaga agamanya, menegurnya apabila lupa, membantunya jika dibutuhkan dan mengajarinya apabila ia tidak tahu. Berpamitan dan saling mendo’akan merupakan salah satu adab dalam bepergian yang diajarkan Islam. “Biasanya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam berpamitan kepada kami (sebelum safar) kemudian membaca doa: astaudi’ullah diinaka wa amaanataka wa khowaatima amalika (aku titipkan kepada Allah, agamamu, amanatmu, dan penutup amalanmu)” (HR. Ahmad, Abu Daud, At Tirmidzi) Dan orang yang ditinggalkan membaca doa sebagaimana yang ada dalam hadis ini: “Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam jika memberi pesan kepergian kepada seseorang, beliau mengucapkan: zawwadakallahut taqwaa wa ghafara laka zambaka wa yassara lakal khayra min haitsumaa kunta (semoga Allah memberimu bekal taqwa, dan mengampuni dosamu, dan memudahkan kebaikan untukmu dimanapun berada)” (HR. At Tirmidzi). Wallahul muwafiq

Sikap Tepat Menghadapi Berita Negatif


Oleh: Jamil Azzaini
Dikutip dari Majalah Yatim Mandiri | Agustus 2021 / Dzulhijjah 1442 H - Muharram 1443 H

Sumber gambar: Kompasiana.com


        Akhir-akhir ini, hampir setiap hari kita disuguhkan berita duka cita. Bagi Anda yang memiliki banyak group whatsApp saya yakin dalam satu hari pasti ada berita duka cita. Selain itu, kita juga sering mendapat suguhan atau tawaran berbagai berita negatif yang terjadi di berbagai belahan dunia. Terlalu banyak mendapat berita negatif bisa berbahaya dalam kehidupan, bisa juga menurunkan daya tahan tubuh. Mengapa demikian? Karena menurut berbagai teori pengembangan diri, Informasi negatif berpeluang besar membuat perasaan (emosi) seseorang menjadi negatif.
    Kondisi perasaan akan mempengaruhi pikiran seseorang. Pikiran akan mempengaruhi tindakan. Selanjutnya, tindakan akan mempengaruhi kebiasaan dan kebiasaan ini akan mempengaruhi karakter. Pada akhirnya, karakter akan membentuk nasib seseorang. Jadi, kehidupan seseorang sangat dipengaruhi informasi yang diterima dan bagaimana perasaan dan pikiran serta tindakan seseorang merespon informasi tersebut. Ada sebagian orang yang mengambil tindakan ekstrim, keluar dari grup whatsApp atau menutup berbagai akun sosial medianya untuk menghindari derasnya informasi negatif. Saya sangat tidak menyarankan hal ini. Sebab, menurut Johann Hari, salah satu penyebab stress atau depresi adalah saat kita Lost Connection dengan dunia luar. Kita masih perlu tersambung dengan dunia luar, salah satu caranya menggunakan fasilitas social media yang sekarang ada. Lantas apa yang perlu kita lakukan saat kita terpapar berita atau informasi negatif? Pertama, Lakukan Happy Peak. Rick Hanson, Ph.D. (psikolog, UC Berkeley) mengatakan bahwa cara kerja otak manusia lebih menyukai merekam hal-hal yang buruk dibandingkan menyerap hal-hal yang baik. Agar kita tidak terpengaruh dengan hal-hal buruk yang kita baca, lihat, tonton atau dengar maka segeralah ikuti dengan aktivitas yang baik dan bermanfaat (happy peak). Rasionya minimal 1:3, artinya saat kita mendapatkan satu informasi yang buruk, segera lakukan tiga kebaikan atau lebih. Banyak ragam kebaikan yang bisa kita lakukan. Misalnya bersenda gurau dengan keluarga, menonton hal-hal yang baik, membaca kitab suci, berzikir kepada Allah SWT, mengirimkan hadiah kepada orang lain, menyapa sahabat, mendoakan orang lain, menyumbang, merapikan rumah, membaca buku, membaca tulisan di berbagai website salah satunya www.JamilAzzaini.com dan kebaikan kebaikan lainnya. Cara ini akan membuat diri kita dipenuhi dengan berbagai kebaikan dan hal-hal positif sehingga informasi negatif yang kita terima akan “dikalahkan” oleh banyaknya hal yang baik. Kedua, Lakukan Happy Ending. Ibarat film, pasti ada bagian akhirnya. Dan saya yakin, sebagian besar kita lebih senang apabila bagian akhir film adalah kemenangan atau kebahagiaan (happy ending). Dalam episode kehidupan harian, bagian akhirnya adalah menjelang tidur. Maka akhirilah akhir hari (malam hari) kita dengan cara yang membahagiakan. Bagaimana caranya? Sebelum tidur, syukurilah semua kebaikan yang kita peroleh hari ini. Kalau saya, punya buku tulis yang saya beri nama Jurnal Syukur. Semua hal yang saya syukuri pada hari itu, saya tulis dengan penuh penghayatan. Saya menutup hari itu dengan happy ending. Bagaimana kalau pada hari itu saya punya pengalaman buruk? Yang saya lakukan adalah mencari hikmah dan pelajaran positif dari kejadian tersebut. Ujungnya tetap happy ending. Asyik bukan? Dengan dua cara tersebut kita terhindar dari pengaruh negatif informasi atau berita duka cita, berita negatif atau informasi yang tidak sesuai harapan kita. Berbagai jenis kebahagiaan akan mendatangi kita. Tidak percaya? Coba dulu dong.