3 Februari 2015 menjadi
tanggal yang bersejarah untuk saya, kenapa? Pada tanggal ini saya berhadapan
dengan tiga dosen dengan rincian satu dosen pembimbing tercinta dan dua dosen
penguji yang membuat tidur malam sebelumnya tidak nyenyak, ya sebut saja
tanggal itu tanggal ujian komprehensif lebih bekennya di fakultas saya disebut
sebagai kompre. Pada saat kompre inilah skripsi yang saya susun berbulan-bulan
dengan berbagai macam halangan, rintangan, tangisan dikuliti habis-habisan
mulai dari judul, teori, pembahasan bahkan lampiran. Alhamdulillah berkat kemudahan dari Yang Maha
Kuasa, doa dan bantuan dari orang tua dan berbagai pihak saya dinyatakan lulus
ujian, namun dengan beberapa perbaikan atau revisi. 6 Februari 2015 Saya
mengikuti Yudisium yang dilaksanakan oleh jurusan, disinilah saya benar-benar
dinyatakan lulus dari program strata satu meskipun belum melalui proses wisuda.
Banyak cerita bahwa
setelah lulus adalah situasi yang paling magak (baca: nanggung) apalagi bagi
yang belum mendapatkan pekerjaan. Situasi magak contohnya ketika ingin meminta
uang kepada orang tua, di satu sisi malu karena sudah lulus tapi tetap butuh
karena belum bekerja. Banyak juga yang memberi wejangan tapi malah membuat
suasana hati saya menjadi semakin horor, karena wejangan yang melarang kerja di institusi atau perusahaan tertentu
entah karena masalah gaji, jam kerja edan atau letak lokasi kerja yang ekstrem. Sebagai fresh graduate, job seeker sekaligus Frictional
Unemployment yang minim pengalaman terkadang saya menjadi bingung
menentukan pilihan. Pilihan “manut” orang tua atau kerja aja sedapetnya atau
mengikuti kata hati saya sendiri. Orang tua menginginkan saya untuk selalu dekat
mereka, bekerja di kota kelahiran. Saya dengan semangat menggebu-gebu ingin “keluar
kandang”. Disatu sisi saya sungguh ingin berbakti kepada Ibu dan Bapak,
menuruti beliau-beliau tanpa membantah, disisi lain saya ingin benar-benar
mandiri, mandiri secara materi dan psikologis tanpa ada keinginan untuk
membangkang atau menghancurkan impian orang tua saya. Jika ada kesempatan untuk
bekerja di Kediri, sungguh saya sangat mau tetapi saya ingin lebih mandiri.
Saya berusaha mengatasi
balada job seeker dengan melaksanakan sholat istikharah, memohon kepada
Pemilik Semesta ini. Lama saya tidak kunjung diberikan gambaran atau petunjuk
sehingga saya mulai putus asa dan mulai cuek dengan kondisi yang ada, yang ada
dipikiran saya adalah ikuti saja alurnya......
Sumber: http://www.indogamers.com |
sumber: youtube.com |
Saya seperti melihat sosok
Katniss Everdeen, kenal kan? Beberapa minggu lalu saya melihat versi Blu-ray
(baca: nonton film download an di laptop) Mockingjay Part 1. Katniss membidik
pesawat persis seperti di film lalu blaaam... pesawat terbakar dan jatuh. Saya melihat
adegan ini berulang-ulang, lewat satu mimpi di malam yang sama. Ya adegan
Katniss membidik, menembakkan panah hingga pesawat terjatuh saya lihat melaui
mimpi. Saya berpikir mudah sekali saya terbawa suasana film hingga terbawa
mimpi. Tidak ada gambaran apa-apa, betapa tidak pekanya saya.
Hingga pada suatu sore
yang hujan, entah dari mana tergambar lagi sosok Katniss menembakkan panahnya
dan jreng...jreng..jreng tiba-tiba saya teringat suatu cerita tentang busur dan
anak panah, saya lupa dari mana artikel itu bersumber entah dari majalah atau
buku. Saya teringat tentang busur dan anak panah, saya teringat orang tua
tercinta dan diri saya sendiri, ya busur adalah orang tua dan saya sebagai anak
panahnya. Ada pemanah yang membidik ke arah tujuan, ada busur yang akan
melesatkan anak panah menuju tujuan, ada anak panah yang harus dilepaskan untuk
mencapai sasaran tujuan. Orang tua saya bukan orang tua yang kaya raya tetapi Ibu
dan Bapak selalu menyediakan dana untuk pendidikan anak-anaknya sehingga semua
kebutuhan pendidikan saya selama ini alhamdulillah dapat terpenuhi. Ibu dan
bapak selalu mengajarkan saya kesederhanaan, Ibu dan Bapak mengajarkan untuk bersikap
baik dan menjaga tata krama, Ibu dan Bapak mengajarkan kalau saya tidak bisa
melakukan kebaikan lebih baik saya diam dan jangan berbuat jahat. Ibu dan Bapak
mengajarkan untuk selalu merasa cukup dan harus selalu bersyukur. Ibu dan Bapak
mengajari untuk tidak melihat masalah dari satu sisi saja. Banyak pelajaran dan
doa restu yang saya dapat dari beliau berdua sehingga saya amat yakin bahwa
orang tua saya adalah busur yang mantap. Ibu...Bapak... busur yang mantap akan
mampu mengarahkan bidikan anak panah melesat menuju sasaran. Lepaskanlah anak
panahmu wahai busur yang mantap, biarkan dia melesat ke arah bidikan yang
diinginkan tuannya, hingga kelak anak panah tertancap tepat di sasaran tanpa
melupakan jasa busurnya yang mantap. Terima kasih sudah menjadi busur yang
mantap, Insya Allah........
Orang tua = busur
BalasHapusDriya = anak panah
Pemanahnya siapa?
Bidikannya apa?
Hihihi...great inspiration..... thank you.....
i fall in love to your "inner" words...
BalasHapushopely I can know you... I like so much all of your posting.
BalasHapus