Sabtu, 28 Februari 2015

Busur dan Anak Panah


Sumber: stieimlg.ac.id

3 Februari 2015 menjadi tanggal yang bersejarah untuk saya, kenapa? Pada tanggal ini saya berhadapan dengan tiga dosen dengan rincian satu dosen pembimbing tercinta dan dua dosen penguji yang membuat tidur malam sebelumnya tidak nyenyak, ya sebut saja tanggal itu tanggal ujian komprehensif lebih bekennya di fakultas saya disebut sebagai kompre. Pada saat kompre inilah skripsi yang saya susun berbulan-bulan dengan berbagai macam halangan, rintangan, tangisan dikuliti habis-habisan mulai dari judul, teori, pembahasan bahkan lampiran.  Alhamdulillah berkat kemudahan dari Yang Maha Kuasa, doa dan bantuan dari orang tua dan berbagai pihak saya dinyatakan lulus ujian, namun dengan beberapa perbaikan atau revisi. 6 Februari 2015 Saya mengikuti Yudisium yang dilaksanakan oleh jurusan, disinilah saya benar-benar dinyatakan lulus dari program strata satu meskipun belum melalui proses wisuda.

Banyak cerita bahwa setelah lulus adalah situasi yang paling magak (baca: nanggung) apalagi bagi yang belum mendapatkan pekerjaan. Situasi magak contohnya ketika ingin meminta uang kepada orang tua, di satu sisi malu karena sudah lulus tapi tetap butuh karena belum bekerja. Banyak juga yang memberi wejangan tapi malah membuat suasana hati saya menjadi semakin horor, karena wejangan yang melarang kerja di institusi atau perusahaan tertentu entah karena masalah gaji, jam kerja edan atau letak lokasi kerja yang ekstrem. Sebagai fresh graduate, job seeker sekaligus Frictional Unemployment yang minim pengalaman terkadang saya menjadi bingung menentukan pilihan. Pilihan “manut” orang tua atau kerja aja sedapetnya atau mengikuti kata hati saya sendiri. Orang tua menginginkan saya untuk selalu dekat mereka, bekerja di kota kelahiran. Saya dengan semangat menggebu-gebu ingin “keluar kandang”. Disatu sisi saya sungguh ingin berbakti kepada Ibu dan Bapak, menuruti beliau-beliau tanpa membantah, disisi lain saya ingin benar-benar mandiri, mandiri secara materi dan psikologis tanpa ada keinginan untuk membangkang atau menghancurkan impian orang tua saya. Jika ada kesempatan untuk bekerja di Kediri, sungguh saya sangat mau tetapi saya ingin lebih mandiri.

Saya berusaha mengatasi balada job seeker dengan melaksanakan sholat istikharah, memohon kepada Pemilik Semesta ini. Lama saya tidak kunjung diberikan gambaran atau petunjuk sehingga saya mulai putus asa dan mulai cuek dengan kondisi yang ada, yang ada dipikiran saya adalah ikuti saja alurnya......


Sumber: http://www.indogamers.com

sumber: youtube.com

Saya seperti melihat sosok Katniss Everdeen, kenal kan? Beberapa minggu lalu saya melihat versi Blu-ray (baca: nonton film download an di laptop) Mockingjay Part 1. Katniss membidik pesawat persis seperti di film lalu blaaam... pesawat terbakar dan jatuh. Saya melihat adegan ini berulang-ulang, lewat satu mimpi di malam yang sama. Ya adegan Katniss membidik, menembakkan panah hingga pesawat terjatuh saya lihat melaui mimpi. Saya berpikir mudah sekali saya terbawa suasana film hingga terbawa mimpi. Tidak ada gambaran apa-apa, betapa tidak pekanya saya.
Hingga pada suatu sore yang hujan, entah dari mana tergambar lagi sosok Katniss menembakkan panahnya dan jreng...jreng..jreng tiba-tiba saya teringat suatu cerita tentang busur dan anak panah, saya lupa dari mana artikel itu bersumber entah dari majalah atau buku. Saya teringat tentang busur dan anak panah, saya teringat orang tua tercinta dan diri saya sendiri, ya busur adalah orang tua dan saya sebagai anak panahnya. Ada pemanah yang membidik ke arah tujuan, ada busur yang akan melesatkan anak panah menuju tujuan, ada anak panah yang harus dilepaskan untuk mencapai sasaran tujuan. Orang tua saya bukan orang tua yang kaya raya tetapi Ibu dan Bapak selalu menyediakan dana untuk pendidikan anak-anaknya sehingga semua kebutuhan pendidikan saya selama ini alhamdulillah dapat terpenuhi. Ibu dan bapak selalu mengajarkan saya kesederhanaan, Ibu dan Bapak mengajarkan untuk bersikap baik dan menjaga tata krama, Ibu dan Bapak mengajarkan kalau saya tidak bisa melakukan kebaikan lebih baik saya diam dan jangan berbuat jahat. Ibu dan Bapak mengajarkan untuk selalu merasa cukup dan harus selalu bersyukur. Ibu dan Bapak mengajari untuk tidak melihat masalah dari satu sisi saja. Banyak pelajaran dan doa restu yang saya dapat dari beliau berdua sehingga saya amat yakin bahwa orang tua saya adalah busur yang mantap. Ibu...Bapak... busur yang mantap akan mampu mengarahkan bidikan anak panah melesat menuju sasaran. Lepaskanlah anak panahmu wahai busur yang mantap, biarkan dia melesat ke arah bidikan yang diinginkan tuannya, hingga kelak anak panah tertancap tepat di sasaran tanpa melupakan jasa busurnya yang mantap. Terima kasih sudah menjadi busur yang mantap, Insya Allah........

3 komentar:

  1. Orang tua = busur
    Driya = anak panah
    Pemanahnya siapa?
    Bidikannya apa?

    Hihihi...great inspiration..... thank you.....

    BalasHapus
  2. i fall in love to your "inner" words...

    BalasHapus
  3. hopely I can know you... I like so much all of your posting.

    BalasHapus