Konsep
ASEAN Economic Community (AEC) pada
tahun 2015 salah satunya adalah liberalisasi perdagangan barang di ASEAN dan
menjamin kelancaran arus barang untuk pasokan bahan baku maupun bahan jadi di
kawasan ASEAN, hambatan berupa tarif dan non-tarif sudah ditiadakan. Kondisi
pasar yang sudah bebas diharapkan akan mampu mendorong pelaku usaha untuk
memproduksi dan mendistribusikan barang yang berkualitas secara efisien. Di
sisi lain, konsumen mempunyai alternatif pilihan beragam yang dapat disesuaikan
dengan kebutuhan dan kemampuan, Indonesia merupakan pasar yang besar dalam AEC
yaitu 40% dari pasar ASEAN. Dengan semakin meningkatnya variasi dan harga barang-barang
baik dari Indonesia sendiri maupun negara sesama anggota AEC maka kecenderungan
konsumsi masyarakat akan ikut meningkat. Pola kecenderungan konsumsi masyarakat
yang tinggi akan membentuk perilaku konsumtif. Perilaku konsumtif dapat ditekan
apabila tiap konsumen atau tiap individu mendasarkan perilaku konsumsinya pada
rasionalitas konsumen islam. Islam melihat aktivitas ekonomi adalah salah satu
cara untuk menumpuk dan meningkatkan pahala menuju falah (kebahagiaan dunia dan akhirat) dan tujuan konsumsi adalah
memaksimalkan maslahah. Perilaku
konsumen islami bukan menjadi batasan bagi masyarakat untuk berperan dalam AEC
namun justru sebagai pilar atau patokan dalam membentuk pola konsumsi yang
mampu menciptakan maslahah yang tidak
hanya berpihak pada individu tetapi juga kepentingan masyarakat yang lebih
luas. Dengan berorientasi pada maslahah
yang mempunyai implikasi jauh, tidak saja dalam konteks materil-duniawi, tetapi
juga spiritual.
Minggu, 19 Oktober 2014
Jumat, 10 Oktober 2014
EFISIENSI BANK SYARIAH MELALUI PERBANDINGAN PENDAPATAN OPERASIONAL DAN HAK PIHAK KETIGA
EFISIENSI
BANK SYARIAH MELALUI PERBANDINGAN PENDAPATAN OPERASIONAL DAN HAK PIHAK KETIGA
Efisiensi
merupakan hal penting dan perlu diperhatikan agar perbankan syariah dapat
berdaya saing, berkembang dan mampu berperan secara lebih optimal bagi
pembangunan nasional. Sebagai entitas bisnis, perbankan syariah dituntut untuk
senantiasa bekerja secara efisien.Penilaian efisiensi bank syariah menjadi
sangat penting, karena efisiensi merupakan gambaran kinerja suatu perusahaan
sekaligus menjadi faktor yang harus diperhatikan bank syariah untuk bertindak
rasional dalam meminimumkan tingkat risiko yang dihadapi. Tingkat efisiensi
bank syariah dapat dilihat dari laporan keuangan bank yang sudah dipublikasikan.
Pendapatan operasional bank syariah diperoleh dari keuntungan
usaha-usaha yang dijalankan oleh mudharib, dana yang dikelola mudharib (sisi financing atau penyaluran) akan menimbulkan tingkat resiko yang
tinggi karena kemungkinan kerugian usaha yang dijalankan. Pendapatan
operasional bank pada akhirnya akan didistribusikan kepada pihak ketiga sesuai
akad bagi hasil atau biasa disebut hak pihak ketiga. Hak pihak ketiga
menunjukkan besaran dana yang disalurkan kepada pihak ketiga dari pendapatan
operasional bank syariah (bagian pemilik dana atas keuntungan dan kerugian
hasil investasi bersama bank syariah). Semakin tinggi hak
pihak ketiga atas bagi hasil maka makin tinggi tingkat keefisienan suatu bank
syariah dan semakin tinggi kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan bank
syariah sebagai pengelola dana masyarakat, artinya tingkat
efisiensi bank syariah tidak semata dilihat berdasarkan besarnya pendapatan
operasional yang diperoleh namun keefisienan bank syariah juga dilihat dari hak
yang mampu disalurkan bank syariah kepada pihak ketiga.
Sources:
- Antonio, Muh. Syafi’i. 2001. Islamic Banking: Bank Syariah, Dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani & Tazkia Cendekia
- Karim, Adiwarman A. 2007. Bank Islam. Jakarta: RajaGrafindo Persada
- Wiroso. 2005. Penghimpunan Dana dan Distribusi Hasil Usaha Bank Syariah Seri Perbankan Syariah. Jakarta: PT Grasindo
Selasa, 07 Oktober 2014
Standar Akuntansi untuk Lembaga Pengelola Zakat
sumber http://www.amaliah-astra.com/
Lembaga Keuangan Syariah sebagai salah satu lembaga yang terlibat dalam perkembangan ekonomi syariah dan sebagai mata pisau dari keuangan syariah harus menghindari hal-hal yang dilarang oleh Islam yaitu riba (kelebihan) atau biasa dikenal dengan bunga, maysir (perjudian/spekulasi), gharar (ketidakjelasan). Untuk itu dalam struktur organisasi Lembaga Keuangan Syariah harus terdapat Dewan Pengawas Syariah yang bertugas mengawasi produk dan operasional lembaga tersebut. Dalam operasionalnya, Lembaga Keuangan Syariah harus selalu memenuhi prinsip:
- Keadilan, yakni berbagi keuntungan sesuai kontribusi dan resiko masing-masing pihak yang telah disepakati saat akad
- Kemitraan, yang berarti posisi nasabah investor (penyimpan dana), dan pengguna dana, serta lembaga keuangan itu sendiri, sejajar sebagai mitra usaha yang saling bersinergi untuk memperoleh keuntungan
- Transparansi, lembaga keuangan syariah akan memberikan laporan keuangan secara terbuka dan berkesinambungan agar nasabah investor dapat mengetahui kondisi dananya;
- Universal, yang artinya tidak membedakan suku, agama, ras, dan golongan dalam masyarakat sesuai dengan prinsip Islam sebagai rahmatan lil alamin (rahmat bagi semesta alam).
Ciri-ciri sebuah Lembaga Keuangan Syariah dapat dilihat dari hal-hal sebagai berikut:
- Dalam menerima titipan dan investasi, Lembaga Keuangan Syariah harus sesuai dengan fatwa DSN MUI,
- Hubungan antara investor (penyimpan dana), pengguna dana, dan Lembaga Keuangan Syariah sebagai intermediary institution, berdasarkan kemitraan, bukan hubungan debitur-kreditur;
- Lembaga Keuangan Syariah bukan hanya berdasarkan profit oriented, tetapi juga falah oriented, yakni kemakmuran di dunia dan kebahagiaan di akhirat;
- Konsep yang digunakan dalam transaksi Lembaga Syariah berdasarkan prinsip kemitraan bagi hasil, jual beli atau sewa menyewa guna transaksi komersial, dan pinjam-meminjam (qardh) guna transaksi sosial atau qardhul hasan (pinjaman kebajikan)
- Lembaga Keuangan Syariah hanya melakukan investasi yang halal dan tidak menimbulkan kemudharatan.
Lembaga keuangan syariah terdiri atas lembaga keuangan syariah bank dan lembaga keuangan syariah non-bank. Lembaga keuangan syariah bank adalah bank syariah dan BPR syariah sedangkan Lembaga keuangan syariah non bank antara lain pegadaian syariah, koperasi syariah, asuransi syariah, pasar modal syariah, reksa dana syariah, BMT, lembaga amil dan pengelola zakat dan sebagainya.
Menurut istilah zakat
berarti bagian dari harta dengan persyaratan tertentu yang diwajibkan Allah
kepada pemiliknya untuk diserahkan kepada yang berhak menerimanya dengan
persyaratan tertentu pula. Dalam Al-Quran seringkali kata zakat dipakai
bersamaan dengan kata shalat, yang
menegaskan adanya kaitan komplementer antara ibadah shalat dan zakat. Jika shalat
berdimensi vertikal- ketuhanan. Maka zakat merupakan ibadah yang berdimensi
ketuhanan-muamalah (hubungan dengan sesama).
Potensi zakat di Indonesia
mencapai 270 trilyun rupiah, belum lagi jika ditambah dengan infaq, shadaqah,
wakaf. Namun pada kenyataannya saat ini baru bisa terkumpul sebanyak sekitar 1%
(Republika, 2014). Ternyata salah satu penyebabnya adalah faktor kepercayaan muzakki yang rendah terhadap organisasi atau
lembaga pengelola zakat yang ada.
Kemunculan lembaga
keuangan Islam khususnya Lembaga Pengelolaan Zakat sebagai organisasi yang
relatif baru menimbulkan tantangan besar. Para pakar syariah Islam dan
akuntansi harus mencari dasar bagi penerapan dan pengembangan standar akuntansi
yang berbeda dengan standar akuntansi bank dan lembaga keuangan konvensional
seperti telah dikenal selama ini. Standar akuntansi tersebut menjadi kunci
sukses Lembaga Pengelolaan Zakat dalam melayani masyarakat di sekitarnya
sehingga dapat menyajikan informasi yang cukup, dapat dipercaya, dan relevan
bagi para penggunanya, namun tetap dalam konteks syariah Islam.
Akuntabilitas organisasi
pengelola zakat ditunjukkan dengan laporan keuangan serta audit terhadap
laporan keuangan tersebut. Untuk bisa disahkan sebagai organisasi resmi,
lembaga zakat harus menggunakan sistem pembukuan yang benar dan siap diaudit
akuntan publik. Ini artinya standar akuntansi untuk zakat mutlak diperlukan.
Maka tidak mungkin rasanya kewajiban zakat tersebut dapat diwujudkan dengan
optimal tanpa adanya pengelolaan yang baik termasuk didalamnya pencatatan
(fungsi akuntansi) yang menjamin terlaksananya prinsip keadilan.
Referensi:
- Universitas Islam Indonesia. Studi Penerapan Akuntansi Zakat pada Lembaga Amil Zakat Pada PT Semen Padang (2005)
- http://www.mag.co.id/lembaga-keuangan-syariah/
Langganan:
Postingan (Atom)