Minggu, 19 Oktober 2014

Menekan Pola Konsumtif Masyarakat Menghadapi ASEAN Economic Community Melalui Rasionalitas Konsumen Islami

Sumber: surabaya.tribunnews.com

Konsep ASEAN Economic Community (AEC) pada tahun 2015 salah satunya adalah liberalisasi perdagangan barang di ASEAN dan menjamin kelancaran arus barang untuk pasokan bahan baku maupun bahan jadi di kawasan ASEAN, hambatan berupa tarif dan non-tarif sudah ditiadakan. Kondisi pasar yang sudah bebas diharapkan akan mampu mendorong pelaku usaha untuk memproduksi dan mendistribusikan barang yang berkualitas secara efisien. Di sisi lain, konsumen mempunyai alternatif pilihan beragam yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan, Indonesia merupakan pasar yang besar dalam AEC yaitu 40% dari pasar ASEAN. Dengan semakin meningkatnya variasi dan harga barang-barang baik dari Indonesia sendiri maupun negara sesama anggota AEC maka kecenderungan konsumsi masyarakat akan ikut meningkat. Pola kecenderungan konsumsi masyarakat yang tinggi akan membentuk perilaku konsumtif. Perilaku konsumtif dapat ditekan apabila tiap konsumen atau tiap individu mendasarkan perilaku konsumsinya pada rasionalitas konsumen islam. Islam melihat aktivitas ekonomi adalah salah satu cara untuk menumpuk dan meningkatkan pahala menuju falah (kebahagiaan dunia dan akhirat) dan tujuan konsumsi adalah memaksimalkan maslahah. Perilaku konsumen islami bukan menjadi batasan bagi masyarakat untuk berperan dalam AEC namun justru sebagai pilar atau patokan dalam membentuk pola konsumsi yang mampu menciptakan maslahah yang tidak hanya berpihak pada individu tetapi juga kepentingan masyarakat yang lebih luas. Dengan berorientasi pada maslahah yang mempunyai implikasi jauh, tidak saja dalam konteks materil-duniawi, tetapi juga spiritual. 

Jumat, 10 Oktober 2014

EFISIENSI BANK SYARIAH MELALUI PERBANDINGAN PENDAPATAN OPERASIONAL DAN HAK PIHAK KETIGA

EFISIENSI BANK SYARIAH MELALUI PERBANDINGAN PENDAPATAN OPERASIONAL DAN HAK PIHAK KETIGA




Efisiensi merupakan hal penting dan perlu diperhatikan agar perbankan syariah dapat berdaya saing, berkembang dan mampu berperan secara lebih optimal bagi pembangunan nasional. Sebagai entitas bisnis, perbankan syariah dituntut untuk senantiasa bekerja secara efisien.Penilaian efisiensi bank syariah menjadi sangat penting, karena efisiensi merupakan gambaran kinerja suatu perusahaan sekaligus menjadi faktor yang harus diperhatikan bank syariah untuk bertindak rasional dalam meminimumkan tingkat risiko yang dihadapi. Tingkat efisiensi bank syariah dapat dilihat dari laporan keuangan bank yang sudah dipublikasikan. Pendapatan operasional bank syariah diperoleh dari keuntungan usaha-usaha yang dijalankan oleh mudharib, dana yang dikelola mudharib (sisi financing atau penyaluran) akan menimbulkan tingkat resiko yang tinggi karena kemungkinan kerugian usaha yang dijalankan. Pendapatan operasional bank pada akhirnya akan didistribusikan kepada pihak ketiga sesuai akad bagi hasil atau biasa disebut hak pihak ketiga. Hak pihak ketiga menunjukkan besaran dana yang disalurkan kepada pihak ketiga dari pendapatan operasional bank syariah (bagian pemilik dana atas keuntungan dan kerugian hasil investasi bersama bank syariah). Semakin tinggi hak pihak ketiga atas bagi hasil maka makin tinggi tingkat keefisienan suatu bank syariah dan semakin tinggi kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan bank syariah sebagai pengelola dana masyarakat, artinya tingkat efisiensi bank syariah tidak semata dilihat berdasarkan besarnya pendapatan operasional yang diperoleh namun keefisienan bank syariah juga dilihat dari hak yang mampu disalurkan bank syariah kepada pihak ketiga.

Sources: 
  • Antonio, Muh. Syafi’i. 2001. Islamic Banking: Bank Syariah, Dari Teori ke PraktikJakarta: Gema Insani & Tazkia Cendekia
  • Karim, Adiwarman A. 2007. Bank Islam. Jakarta: RajaGrafindo Persada
  • Wiroso. 2005. Penghimpunan Dana  dan Distribusi Hasil Usaha Bank Syariah Seri Perbankan Syariah. Jakarta: PT Grasindo

Selasa, 07 Oktober 2014

Standar Akuntansi untuk Lembaga Pengelola Zakat


sumber http://www.amaliah-astra.com/
Lembaga Keuangan Syariah sebagai salah satu lembaga yang terlibat dalam perkembangan ekonomi syariah dan sebagai mata pisau dari keuangan syariah harus menghindari hal-hal yang dilarang oleh Islam yaitu riba (kelebihan) atau biasa dikenal dengan bunga, maysir (perjudian/spekulasi), gharar (ketidakjelasan). Untuk itu dalam struktur organisasi Lembaga Keuangan Syariah harus terdapat Dewan Pengawas Syariah yang bertugas mengawasi produk dan operasional lembaga tersebut.  Dalam operasionalnya, Lembaga Keuangan Syariah harus selalu memenuhi prinsip:
  • Keadilan, yakni berbagi keuntungan sesuai kontribusi dan resiko masing-masing pihak yang telah disepakati saat akad
  • Kemitraan, yang berarti posisi nasabah investor (penyimpan dana), dan pengguna dana, serta lembaga keuangan itu sendiri, sejajar sebagai mitra usaha yang saling bersinergi untuk memperoleh keuntungan
  • Transparansi, lembaga keuangan syariah akan memberikan laporan keuangan secara terbuka dan berkesinambungan agar nasabah investor dapat mengetahui kondisi dananya;
  • Universal, yang artinya tidak membedakan suku, agama, ras, dan golongan dalam masyarakat sesuai dengan prinsip Islam sebagai rahmatan lil alamin (rahmat bagi semesta alam).
Ciri-ciri sebuah Lembaga Keuangan Syariah dapat dilihat dari hal-hal sebagai berikut:
  • Dalam menerima titipan dan investasi, Lembaga Keuangan Syariah harus sesuai dengan fatwa DSN MUI,
  • Hubungan antara investor (penyimpan dana), pengguna dana, dan Lembaga Keuangan Syariah sebagai intermediary institution, berdasarkan kemitraan, bukan hubungan debitur-kreditur;
  • Lembaga Keuangan Syariah bukan hanya berdasarkan profit oriented, tetapi juga falah oriented, yakni kemakmuran di dunia dan kebahagiaan di akhirat;
  • Konsep yang digunakan dalam transaksi Lembaga Syariah berdasarkan prinsip kemitraan bagi hasil, jual beli atau sewa menyewa guna transaksi komersial, dan pinjam-meminjam (qardh) guna transaksi sosial atau qardhul hasan (pinjaman kebajikan)
  • Lembaga Keuangan Syariah hanya melakukan investasi yang halal dan tidak menimbulkan kemudharatan.
Lembaga keuangan syariah terdiri atas lembaga keuangan syariah bank dan lembaga keuangan syariah non-bank. Lembaga keuangan syariah bank adalah bank syariah dan BPR syariah sedangkan Lembaga keuangan syariah non bank antara lain pegadaian syariah, koperasi syariah, asuransi syariah, pasar modal syariah, reksa dana syariah, BMT, lembaga amil dan pengelola zakat dan sebagainya.
Menurut istilah zakat berarti bagian dari harta dengan persyaratan tertentu yang diwajibkan Allah kepada pemiliknya untuk diserahkan kepada yang berhak menerimanya dengan persyaratan tertentu pula. Dalam Al-Quran seringkali kata zakat dipakai bersamaan dengan  kata shalat, yang menegaskan adanya kaitan komplementer antara ibadah shalat dan zakat. Jika shalat berdimensi vertikal- ketuhanan. Maka zakat merupakan ibadah yang berdimensi ketuhanan-muamalah (hubungan dengan sesama).
Potensi zakat di Indonesia mencapai 270 trilyun rupiah, belum lagi jika ditambah dengan infaq, shadaqah, wakaf. Namun pada kenyataannya saat ini baru bisa terkumpul sebanyak sekitar 1% (Republika, 2014). Ternyata salah satu penyebabnya adalah faktor kepercayaan muzakki yang rendah terhadap organisasi atau lembaga pengelola zakat yang ada.
Kemunculan lembaga keuangan Islam khususnya Lembaga Pengelolaan Zakat sebagai organisasi yang relatif baru menimbulkan tantangan besar. Para pakar syariah Islam dan akuntansi harus mencari dasar bagi penerapan dan pengembangan standar akuntansi yang berbeda dengan standar akuntansi bank dan lembaga keuangan konvensional seperti telah dikenal selama ini. Standar akuntansi tersebut menjadi kunci sukses Lembaga Pengelolaan Zakat dalam melayani masyarakat di sekitarnya sehingga dapat menyajikan informasi yang cukup, dapat dipercaya, dan relevan bagi para penggunanya, namun tetap dalam konteks syariah Islam.
Akuntabilitas organisasi pengelola zakat ditunjukkan dengan laporan keuangan serta audit terhadap laporan keuangan tersebut. Untuk bisa disahkan sebagai organisasi resmi, lembaga zakat harus menggunakan sistem pembukuan yang benar dan siap diaudit akuntan publik. Ini artinya standar akuntansi untuk zakat mutlak diperlukan. Maka tidak mungkin rasanya kewajiban zakat tersebut dapat diwujudkan dengan optimal tanpa adanya pengelolaan yang baik termasuk didalamnya pencatatan (fungsi akuntansi) yang menjamin terlaksananya prinsip keadilan.

Referensi:

  •     Universitas Islam Indonesia. Studi Penerapan Akuntansi Zakat pada Lembaga Amil Zakat Pada PT Semen Padang (2005)
  •     http://www.mag.co.id/lembaga-keuangan-syariah/

Selasa, 30 September 2014

Apakah Asuransi Berarti Menentang Takdir?


sumber: http://www.republika.co.id/
Lembaga Keuangan Syariah sebagai salah satu lembaga yang terlibat dalam perkembangan ekonomi syariah dan sebagai mata pisau dari keuangan syariah harus menghindari hal-hal yang dilarang oleh Islam yaitu riba (kelebihan) atau biasa dikenal dengan bunga, maysir (perjudian/spekulasi), gharar (ketidakjelasan). Untuk itu dalam struktur organisasi Lembaga Keuangan Syariah harus terdapat Dewan Pengawas Syariah yang bertugas mengawasi produk dan operasional lembaga tersebut.  Dalam operasionalnya, Lembaga Keuangan Syariah harus selalu memenuhi prinsip:
  • Keadilan, yakni berbagi keuntungan sesuai kontribusi dan resiko masing-masing pihak yang telah disepakati saat akad
  • Kemitraan, yang berarti posisi nasabah investor (penyimpan dana), dan pengguna dana, serta lembaga keuangan itu sendiri, sejajar sebagai mitra usaha yang saling bersinergi untuk memperoleh keuntungan
  • Transparansi, lembaga keuangan Syariah akan memberikan laporan keuangan secara terbuka dan berkesinambungan agar nasabah investor dapat mengetahui kondisi dananya;
  • Universal, yang artinya tidak membedakan suku, agama, ras, dan golongan dalam masyarakat sesuai dengan prinsip Islam sebagai rahmatan lil alamin (rahmat bagi semesta alam).
Ciri-ciri sebuah Lembaga Keuangan Syariah dapat dilihat dari hal-hal sebagai berikut:
  • Dalam menerima titipan dan investasi, Lembaga Keuangan Syariah harus sesuai dengan fatwa DSN MUI,
  • Hubungan antara investor (penyimpan dana), pengguna dana, dan Lembaga Keuangan Syariah sebagai intermediary institution, berdasarkan kemitraan, bukan hubungan debitur-kreditur;
  • Bisnis Lembaga Keuangan Syariah bukan hanya berdasarkan profit orianted, tetapi juga falah oriented, yakni kemakmuran di dunia dan kebahagiaan di akhirat;
  • Konsep yang digunakan dalam transaksi Lembaga Syariah berdasarkan prinsip kemitraan bagi hasil, jual beli atau sewa menyewa guna transaksi komersial, dan pinjam-meminjam (qardh) guna transaksi sosial atau qardhul hasan (pinjaman kebajikan)
  • Lembaga Keuangan Syariah hanya melakukan investasi yang halal dan tidak menimbulkan kemudharatan
Lembaga keuangan syariah terdiri atas lembaga keuangan syariah bank dan lembaga keuangan syariah non-bank. Lembaga keuangan syariah bank adalah bank syariah dan BPR syariah sedangkan Lembaga keuangan syariah non bank antara lain pegadaian syariah, koperasi syariah, asuransi syariah, pasar modal syariah, reksa dana syariah, BMT, lembaga amil dan pengelola zakat dan sebagainya.


Salah satu lembaga keuangan syariah yang masih diperdebatkan adalah asuransi syariah. Sebagian kalangan beranggapan bahwa asuransi sama dengan menentang qadha dan qadar atau bertentangan dengan takdir. Pada dasarnya Islam mengakui bahwa kecelakaan, kecelakaan dan kematian adalah takdir Allah. Hal ini tidak dapat ditolak. Hanya saja kita sebagai manusia juga diperintahkan untuk membuat perencanaan untuk menghadapi masa depan. Allah berfirman dalam surat Al Hasyr ayat 18, yang artinya "Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuat untuk hari esok (masa depan) dan bertakwalah kepada Allah. Sesunguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan". Dalam ayat ini dapat disimpulkan bahwa kita diperintahkan untuk merencanakan apa yang akan kita perbuat untuk masa depan.

Dalam Al Qur'an surat Yusuf ayat 43-49, Allah menggambarkan contoh usaha manusia membentuk sistem proteksi menghadapi kemungkinan yang buruk di masa depan. Secara ringkas, ayat ini bercerita tentang pertanyaan raja Mesir tentang mimpinya kepada Nabi Yusuf. Dimana raja Mesir bermimpi melihat tujuh ekor sapi betina yang gemuk dimakan oleh tujuh ekor sapi yang kurus, dan dia juga melihat tujuh bulir gandum yang hijau berbuah serta tujuh tangkai yang merah mengering tidak berbuah. Nabi Yusuf sebagaimana diceritakan dalam surat Yusuf, dalam hal ini menjawab supaya raja dan rakyatnya bertanam tujuh tahun dan dari hasilnya harus disimpan sebagian. Kemudian sesudah itu akan datang tujuh tahun yang amat sulit, yang menghabiskan apa yang disimpan untuk menghadapi masa sulit tesebut, kecuali sedikit dari apa yang disimpan.

Dalam ayat ini kita dianjurkan untuk berusaha menjaga kelangsungan kehidupan dengan meproteksi kemungkinan terjadinya kondisi yang buruk. Dan sangat jelas ayat diatas menyatakan bahwa berasurnasi tidak bertentangan dengan takdir, bahkan Allah menganjurkan adanya upaya-upaya menuju kepada perencanaan masa depan dengan sisitem proteksi yang dikenal dalam mekanisme asuransi. Untuk dapat meraih kehidupan bersama, sesama manusia harus tolong menolong ( ta'awun ) dan saling berbuat kebajikan ( tabaru ' ) dan saling menanggung ( takaful ). Prinsip ini merupakan dasar pijakan bagi kegiatan manusia sebagai makhluk sosial. Dari pijakan filosofis ini, setidaknya ada tiga prinsip dasar dalam asuransi syariah, yaitu saling bertanggung jawab, saling bekerja sama dan saling berbagi satu sama lain.

Jika dikaitkan dengan ikhtiar, Allah SWT meminta manusia untuk hidup teratur penuh rencana dan strategi. Perencanaan yang baik bukan saja dalam mencari nafkah dan menggapai ridhoNya tetapi juga dalam mengantisipasi musibah dan hal-hal yang tidak diinginkan. Diantara cara yang dilakukan manusia untuk antisipasi antara lain dengan menabung atau meminjam. Hanya saja terkadang tabungan terlalu kecil dibandingkan dengan besarnya biaya musibah dan pinjaman tidak selalu tersedia setiap saat. Disinilah manusia harus mengupayakan cara lain dengan cara bersama-sama saling membantu, saling menanggung dan saling menjamin ( ta'awun , tadhamun , takaful ). Maka asuransi bukanlah upaya melawan takdir tetapi termasuk kedalam melakukan ikhtiar agar maqashid syariah dapat terjaga (menjaga jiwa, agama, akal, keturunan, harta) sesuai anjuran Islam. Berusaha, membuat perencanaan, sarta mempersiapkan diri melalui asuransi adalah bagian dari ikhtiar untuk menghadapi takdir itu sendiri. Berasuransi bukan berarti menentang qadha dan qadar Allah SWT tetapi merupakan tindakan preventif terhadap peristiwa yang mungkin terjadi dan tidak mengurangi kepercayaan kita untuk selalu berprasangka baik kepada Allah SWT. Wallahu a'lam bishawab.

Referensi:
  • Amrin, Abdullah. 2006. Asuransi Syariah . Jakarta: PT Elex Media Komputindo
  • Sula, Muhammad Syakir. 2004. Asuransi syariah: life and general: konsep dan sistem operasional . Jakarta: Gema Insani Press
  • http://elin02.blogspot.com/2011/03/asuransi-syariah.html
  • http://www.mag.co.id/lembaga-keuangan-syariah/

Jumat, 17 Januari 2014

Job Application

Malang, March 1st 2013
Attention to:
Hiring Manajer
I Tutor English Course
Jalan Taman Slamet No.32,
Malang
Job Application

Dear Sir/Madam,
Having known about a vacancy recomended by my companion, I’m writing to express my interest in the English Teacher position at I Tutor.

I’m a 20 years old female, a student of xxxx department, graduated from a reputable english course, having skill in english, written and oral. I am also dilligent, humbel, and having good comunication skill that able to support me as an english teacher.
With this letter, I also attach:
-       Copy of certificates
-       Copy of ID card
-       Curriculum Vitae
-       Photo
If I can provide you with any further information of my background and qualification, please let me know. I can be reached any time via email at Selena@gemel.com or by phone at 08080808.

I am looking forward to do an interview to discuss the employment opportunities with you. Thank you for your time and consideration.

Sincerely,




Selena


Kamis, 16 Januari 2014

Mereka Tidak Butuh Like

Banyak sekali picture di sebuah jejaring sosial tiap posting atau memajang foto orang sakit/cacat/miskin (menderita pokoknya) meminta like+share, apa dengan ngelike foto mereka yg butuh bantuan itu bisa meringankan mereka?

atau ini
kalo kata mamah Dedeh ya